Pada postingan blog kali ini saya akan
membahas tentang beberapa perspektif yaitu merkantilisme, strukturalisme, dan
liberalisme. Diantara ketiga perspektif tersebut, manakah yang terbaik dalam
menjelaskan perdagangan internasional? Sebelum kita menentukan mana yang
terbaik, ada baiknya kita mengetahui lebih dalam lagi ketiga perspektif
tersebut.
Pertama saya akan membahas tentang
merkantilisme. Merkantilisme merupakan suatu sistem politik ekonomi yang sangat
mementingkan perdagangan internasional dengan tujuan untuk memperbanyak aset
dan modal yang dimiliki oleh suatu negara. Merkantilisme tertuang dalam
peraturan negara yang berbentuk proteksionime dan politik kolonial demi neraca
perdagangan yang menguntungkan. Pemerintah negara mendukung ekspor dengan
insentif dan menghadang import dengan tarif. Kekayaan dan kemakmuran suatu negara
diukur dari perbandingan ekspor impornya yang digambarkan dengan jumlah kapital
dari logam mulia, mineral berharga dan komoditas lainnya. Seolah-olah ekspor
dan impor berada dalam suatu timbangan di mana jika ekspor berlebih maka neraca
perdangangan dianggap untung. Dengan adanya keuntungan maka terjadi peningkatan
pendapatan negara yang harus dibayar & diimbangi secara tunai dengan emas.
Setelah itu ada juga strukturalisme.
Strukturalisme merupakan suatu paham yang menolak ketidakseimbangan struktural
sebagai sumber ketidakadilan sosial ekonomi. Dalam paham ini mengungkapkan
serta mengusut ketidakseimbangan struktural yang berkaitan dengan pemusatan
penguasaan dan kepemilikan aset ekonomi, ketidakseimbangan distribusi
pendapatan, produktivitas dan kesempatan ekonomi. Ditegaskan juga bahwa kaum
strukturalis cenderung menolak mekanisme pasar bebas. Itu dikarenakan pasar
bebas menumbuhkan ketidakadilan sosial ekonomi. Kaum strukturalis tidak hanya
menunjukkan kelemahan dari ekonomi neoklasikal, tetapi juga mengoreksi bahkan
menolak sebagian dari asumsi-asumsinya. Kegagalan pasar dalam mewujudkan an
invisible hand merupakan salah satu wujud tidak terselesaikannya micro-macro
rift. Istilah an invisible hand itu sendiri tidak pernah terjadi. Pemikiran
kaum klasik dimana penawaran menciptakan permintaannya sendiri ternyata tidak
sejalan dengan kenyataannya. Jika perusahaan memproduksi terus-menerus dengan
ekspektasi penawarannya akan diserap oleh permintaan dari konsumen tidaklah
sesuai, karena pada kenyataannya beberapa konsumen tidak memiliki daya beli.
Sehingga banyak produk-produk perusahaan tidak laku terjual yang berdampak
bangkrutnya perusahaan tersebut.
Dan yang terakhir yaitu liberalisme.
Liberalisme merupakan suatu paham yang menjunjung tinggi terhadap
kebebasan dalam segala bidang. Salah satunya yaitu di bidang
ekonomi. Dalam bidang ekonomi, golongan liberal menghendaki
adanya sistem ekonomi bebas. Tiap-tiap individu harus memiliki
kebebasan berusaha, memilih mata pencaharian yang disukai, mengumpulkan harta
benda , dan lain-lain. Pemerintah tidak boleh ikut campur tangan karena
masalah itu masalah individu. Semboyan kaum liberal ialah laisser faire,
laisser passer, le monde va de luimeme, artinya produksi bebas,
perdagangan bebas, dunia akan berjalan sendiri. Secara umum paham ini
ingin menciptakan sebuah masyarakat yang menjamin adanya kebebasan berfikir, berpolitik
dan kebebasan dalam memiliki harta benda bagi setiap orang.
Nah, setelah dibahas masing-masing
perspektif diatas. Menurut saya kesimpulannya yaitu liberalisme lah yang
merupakan perspektif terbaik. Itu karena liberalisme memberi kebebasan bagi
setiap orang untuk memiliki sumber-sumber daya
produksi, yang nantinya akan mendorong partisipasi masyarakat dalam
perekonomian, dan juga sangat membantu dalam mempermudah
perdagangan internasional.
Fitri Rosvianti
1701361636
Sumber:
http://mira-dymas-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-75071-Teori%20Hubungan%20Internasional-Liberalisme.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Merkantilisme
http://gabriela-n-p-fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-42313-Ekonomi%20Politik%20Internasional-Pendekatan%20utama%20dalam%20Ekonomi%20Politik%20Internasional%20:%20%20Liberalisme,%20Marxisme,%20Nasionalisme.html
No comments:
Post a Comment